Pengaruh Pola Tanam Tumpang Sari terhadap Produktivitas Rimpang dan Kadar Senyawa Aktif Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

Poppy F. Arifin (1), Lucky Lia Faiza (2), Waras Nurcholis (3), Taufik Ridwan (4), Irmanida Batubara (5), Raphael Aswin Susilowidodo (6), Rosalina Wisastra (7)
(1) SOHO Centre of Excellence in Herbal Research (SCEHR), SOHO Global Health, Indonesia,
(2) SOHO Centre of Excellence in Herbal Research (SCEHR), SOHO Global Health, Indonesia,
(3) Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Indonesia,
(4) Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Indonesia,
(5) Pusat Studi Biofarmaka Tropika, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor, Indonesia,
(6) SOHO Centre of Excellence in Herbal Research (SCEHR), SOHO Global Health, Indonesia,
(7) SOHO Centre of Excellence in Herbal Research (SCEHR), SOHO Global Health, Indonesia

Abstract

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb. Synm. Curcuma javanica) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang memiliki khasiat multifungsi. Namun jangka waktu panen temulawak yang cukup lama (sekitar 9-12 bulan) menyebabkan para petani enggan menanam tanaman temulawak. Untuk itu pengembangan metode penanaman perlu dilakukan agar menguntungkan secara ekonomis bagi petani, salah satu metode yang dapat digunakan adalah tumpang sari.


Tumpang sari adalah penanaman lebih dari satu tanaman pada waktu yang bersamaan atau selama periode tanam pada satu tempat yang sama. Beberapa keuntungan dari metode tumpang sari antara lain pemanfaatan lahan kosong disela-sela tanaman pokok, penggunaan cahaya, air serta unsur hara yang lebih efektif, mengurangi resiko kegagalan panen, dan menekan pertumbuhan gulma.


Penelitian temulawak dilakukan dengan menggunakan rancangan petak-petak terbagi (split plot design). Rancangan acak kelompok (RAK) dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan variabel jarak tanam, jumlah tunas, dan waktu panen. Parameter agronomi yang diamati adalah bobot rimpang basah dan kering yang mengindikasikan produktivitas per tanaman dan jumlah per bagian rimpang. Kandungan bioaktif xanthorrhizol dan kurkuminoid pada temulawak ditentukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).


Hasil pengukuran kurkuminoid dan xanthorrhizol pada temulawak menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada kadar kedua metabolit sekunder dari penanaman dengan dan tanpa tumpang sari. Dapat disimpulkan bahwa metode penanaman tumpang sari dapat tidak mempengaruhi kadar metabolit sekunder dari temulawak sebagai tanaman utama, sehingga dapat menjadi pilihan metode pertanian untuk meningkatkan manfaat ekonomi para petani temulawak.

Full text article

Generated from XML file

Authors

Poppy F. Arifin
poppy.arifin@sohoglobalhealth.com (Primary Contact)
Lucky Lia Faiza
Waras Nurcholis
Taufik Ridwan
Irmanida Batubara
Raphael Aswin Susilowidodo
Rosalina Wisastra
Arifin, P. F., Faiza, L. L., Nurcholis, W., Ridwan, T., Batubara, I., Susilowidodo, R. A., & Wisastra, R. (2017). Pengaruh Pola Tanam Tumpang Sari terhadap Produktivitas Rimpang dan Kadar Senyawa Aktif Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal Jamu Indonesia, 2(2), 51–59. https://doi.org/10.29244/jji.v2i2.32

Article Details

No Related Submission Found